Cari Blog Ini

Minggu, 10 Juni 2012

Kopi Luwak . . .


Pendahuluan
Beberapa waktu yang lalu, ramai dibicarakan di media tentang masalah status hukum “kopi luwak”, apakah halal ataukah haram. Pasalnya, kopi khas Indonesia yang terkenal sangat mahal tersebut[1], ternyata setelah diselidiki proses pembuatannya adalah dari hewan luwak (sejenis musang) memakan buah kopi lalu bijinya dikeluarkan bersama kotorannya, lalu biji-biji tersebut dibersihkan.
Melihat dari proses pembuatan kopi yang seperti itu, lantas timbul pertanyaan apakah proses tersebut menjadikan kopi jenis ini najis alias haram? MUI telah mempelajari dan menyelidiki masalah ini lalu menyimpulkannya ialah halal. Hanya, masih ada sebagian orang mempertanyakan tentang kebenaran fatwa MUI tersebut. Oleh karena itu, penulis memandang perlu untuk menulis pembahasan ini sebagai keterangan bagi kita semuanya. Karena, walaupun harganya termasuk mahal, namun ternyata tidak sedikit orang muslimpun ikut mengkonsumsinya karena rasanya yang khas dan beda dari rata-rata kopi lainnya.
            Namun sebelum memasuki permasalahan inti tentang hukum mengkonsumsi kopi luwak, penulis juga sedikit membahas dari hukum dasar kopi serta beberapa hal yang berkaitan dengan status hukum dari Hewan luwak itu sendiri.
Hukum Kopi
            Kopi ialah sejenis minuman seduh yang terbuat dari biji kopi itu sendiri yang ditumbuk menjadi serbuk untuk selanjutnya diseduh air dan dicampur dengan bahan lain guna rasa yang lebih enak untuk dikonsumsi. Mengenai status kopi sendiri, sampai saat ini belum ditemukan pendapat kuat yang mengharamkan pengkonsumsian kopi. Sedangkan status kehalalannya ialah berdasarkan beberapa dalil, diantaranya:
Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًۭا طَيِّبًۭا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS. al-Baqoroh [2]: 168)
Sementara dapat kita katakan bahwa tidak boleh bagi seorang pun untuk mengharamkan suatu makanan kecuali berlandaskan dalil dari al-Qur‘an dan hadits yang shohih dan apabila seorang mengharamkan tanpa dalil, maka dia telah membuat kedustaan tentang Alloh.
Memang pada awal munculnya, kopi banyak diperdebatkan oleh ulama, bahkan banyak tulisan tentangnya. Ada yang mengharamkannya karena dianggap memabukkan dan ada yang menghalalkan karena asal minuman adalah halal.[2] Namun, dengan berjalannya waktu, pendapat yang mengharamkan itu hilang dan para ulama-pun bersepakat tentang halalnya kopi. Sampai-sampai al-Hajawi mengatakan setelah menyebutkan perselisihan ulama tentang hukum kopi:
“Orang yang mengharamkan kopi tidaklah memiliki alasan yang ilmiah sama sekali.”[3]
Status Hukum Luwak
Luwak adalah binatang sejenis musang. Ia adalah binatang pengecut dan sangat licik. Dengan kelicikannya dia sering bisa bersama para binatang buas menyeramkan lainnya. Di antara keajaiban kelicikannya dalam mencari rezeki dia berpura-pura mati dan melembungkan perutnya serta mengangkat kaki dan tangannya agar disangka mati. Kalau ada hewan yang mendekatinya, seketika itu dia langsung menerkamnya.[4]
Tentang hukum memakannya, para ulama berselisih pendapat:
Pendapat pertama:
Boleh. Ini adalah madzhab Syafi’i dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Alasannya, karena ia bukan termasuk binatang buas yang menyerang dengan taringnya.
Pendapat kedua:
Haram. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan pendapat yang populer dalam madzhab Ahmad. Alasannya, karena musang termasuk binatang buas yang diharamkan dalam hadits.
 قَالَ : عَنِ النَّبِيّ « كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ ». عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim)
Pendapat yang kuat bahwa musang hukumnya haram, karena musang termasuk binatang buas yang dilarang dalam hadits karena ia termasuk hewan bertaring.
Selanjutnya timbul pula petanyaan tentang status dari kotoran luwak itu sendiri, masalah ini merupakan cabang dari permasalahan yang sebelumnya, karena para ulama menjelaskan bahwa kotoran binatang terbagi menjadi dua:
Pertama: Kotoran binatang yang dagingnya haram dimakan. Hukumnya najis dengan kesepakatan ulama.
Kedua: Kotoran binatang yang dagingnya halal dimakan. Hukumnya diperselisihkan ulama. Sebagian ulama berpendapat najis, sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat tidak najis dan inilah pendapat yang kami pilih karena kuatnya dalil-dalil mereka serta sesuai dengan kaidah asal. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Adapun kencing dan kotoran binatang yang dagingnya dimakan, maka mayoritas salaf berpendapat bahwa hal itu tidaklah najis. Ini merupakan madzhab Malik, Ahmad, dan selainnya. Dan bahkan dikatakan: Tidak ada seorang pun sahabat yang berpendapat najis. Kami telah memaparkan masalah ini secara panjang lebar dalam kitab khusus dengan memaparkan belasan dalil bahwa hal itu (kencing dan kotoran hewan yang dagingnya dimakan) tidak termasuk najis.”[5]
Hukum Kopi Luwak
Setelah melalui beberapa pembahasan di atas, sekarang kita akan membahas pokok permasalahan kita yaitu tentang status hukum kopi luwak.
1. Gambaran Masalah
Sebelum melangkah lebih lanjut, kita perlu mengetahui gambaran permasalahan yang sedang kita bicarakan ini, sebab sebagaimana kata para ulama kita:

الْحُكْمُ عَلَى الشَّيْءِ فَرْعٌ عَنْ تَصَوِّرِهِ
“Mengukumi sesuatu itu adalah cabang dari gambarannya.”[6]
Kopi luwak yaitu buah kopi yang dimakan oleh luwak, kemudian dikeluarkan sebagai kotoran luwak tetapi biji-biji kopi tersebut tidak tercerna sehingga bentuknya masih dalam bentuk biji kopi. Jadi, di dalam perut musang biji kopi mengalami proses fermentasi dan dikeluarkan lagi dalam bentuk biji bersama dengan kotoran luwak. Selanjutnya, biji kopi luwak dibersihkan dan diproses seperti kopi biasa.
            Untuk memutuskan status kehalalan dari kopi luwak berdasarkan qowaid fiqhiyah yang ada, kiranya kita dapat melihat beberapa qowaid yang bersangkutan dengan hal ini, diantaranya ialah:
الاَصلُ فِى الآ شيَاءِ الاِءبَاحَة

"Hukum asal sesuatu  adalah boleh ".

الاَصلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَان
Pada dasarnya ketetapan suatu perkara tergantung pada keberadaannya semula.

Melihat dari beberapa kaidah fiqih yang ada diatas, maka dapat kita terapkan dalam masalah ini:
a. Asal makanan adalah halal
Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Asal hukum makanan dan minuman adalah halal kecuali apa yang diharamkan oleh Alloh dalam al-Qur‘an-Nya atau melalui lisan Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam, karena apa yang diharamkan oleh Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam sama halnya dengan pengharaman Alloh.”[7]
Demikianlah, dalam masalah ini hukum asalnya adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Kita tetap dalam keyakinan ini sampai datang bukti dan dalil kuat yang dapat memalingkan kita dari kaidah asal ini, adapun sekadar keraguan maka tidak bisa.
b. Hukum itu berputar bersama sebabnya
Termasuk kaidah fiqih yang berkaitan dengan masalah ini adalah:
الْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ عِلَّتِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا
Hukum itu berputar bersama sebabnya, ada dan tidaknya.[8]
Dalam masalah kopi luwak, alasan bagi yang melarangnya adalah adanya najis. Namun, tatkala najis tersebut sudah hilang dan dibersihkan maka hukumnya pun menjadi suci.
c. Istihalah
Termasuk kaidah yang sangat berkaitan erat dengan masalah ini adalah kaidah istihalah dan membersihkan benda yang terkena najis:
النَّجَاسَةُ إِذَا زَالَتْ بِأَيِّ مُزِيْلٍ طَهُرَ الْمَحَلُّ
Benda najis apabila dibersihkan dengan pembersih apa pun maka menjadi suci.[9]
Nah, tatkala biji kopi luwak yang bercampur dengan kotoran tersebut memang sudah dibersihkan, maka keadaannya kembali suci seperti semula.
 Status kehalalan ini juga sama persis dengan apa yang diputuskan oleh MUI tentang kopi luwak[10], yaitu:
1.      Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah mutanajjis (barang terkena najis), bukan najis.
2.      Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah halal setelah disucikan.
3.      Mengonsumsi Kopi Luwak sebagaimana dimaksud angka 2 hukumnya boleh.
4.      Memproduksi dan memperjualbelikan Kopi Luwak hukumnya boleh
2. Masalah-Masalah Serupa Dalam Fiqih
Sebenarnya masalah kopi luwak ini dapat kita kaji melalui pendekatan masalah-masalah yang mirip dengannya yang biasa dikenal dengan istilah Asybah wa Nazho‘ir. Ada beberapa masalah yang dapat kita jadikan sebagai pendekatan dengan masalah ini, yaitu:
a. Bila hewan mengeluarkan biji
Pendekatan yang paling mirip adalah apa yang dikatakan oleh para ulama fiqih yang menerangkan jika ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kondisinya tetap sehingga sekiranya ditanam dapat tumbuh maka tetap suci. Imam Nawawi rahimahulloh  berkata:
قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللّٰهُ : إِذَا أَكَلَتِ الْبَهِيْمَةُ حَبًّا وَخَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا صَحِيْحًا ، فَإِنْ كَانَتْ صَلَابَتُهُ بَاقِيَةً بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبَتَ ، فَعَيْنُهُ طَاهِرَةٌ لٰكِنْ يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِهِ لِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ
Para sahabat kami (ulama madzhab Syafi’i)—semoga Allah merahmati mereka— mengatakan: ‘Jika ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kekerasannya tetap dalam kondisi semula, yang sekiranya jika ditanam dapat tumbuh maka tetap suci tetapi harus disucikan bagian luarnya karena terkena najis…’ [11]
b. Telur yang masih dalam bangkai
Masalah lain yang mirip dengan permasalahan ini adalah masalah telur yang berada di bangkai ayam, apakah najis ataukah tidak, pendapat yang kuat bahwa apabila telur sudah berkulit dan terpisah maka hukumnya suci. Imam Ibnu Qudamah rahimahulloh berkata:
وَإِنْ مَاتَتْ الدَّجَاجَةُ ، وَفِي بَطْنِهَا بَيْضَةٌ قَدْ صَلُبَ قِشْرُهَا ، فَهِيَ طَاهِرَةٌ . وَهٰذَا قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ وَبَعْضِ الشَّافِعِيَّةِ وَابْنِ الْمُنْذِرِ وَلَنَا أَنَّهَا بَيْضَةٌ صُلْبَةُ الْقِشْرِ، طَرَأَتْ النَّجَاسَةُ عَلَيْهَا، فَأَشْبَهَ مَا لَوْ وَقَعَتْ فِي مَاءٍ نَجِسٍ .
“Apabila ada ayam mati (bangkai) dan di perutnya ada telur yang sudah mengeras kulitnya maka (telur tersebut) hukumnya suci. Inilah pendapat Abu Hanifah dan sebagian Syafi’iyyah dan Ibnu Mundzir. Alasan kami karena telur yang sudah berkulit keras tadi terkena najis, mirip kalau seandainya ia jatuh pada air yang najis (lalu dibersihkan maka jadi bersih).”[12]
Kesimpulan
Terlepas dari perselisihan ulama tentang musang apakah haram ataukah tidak, dan terlepas dari perselisihan ulama apakah kotoran hewan itu najis ataukah tidak, maka sementara dapat kita tarik kesimpulan bahwa biji kopi luwak yang bercampur dengan kotoran kalau memang sudah dibersihkan maka hukumnya adalah suci dan halal, sampai ada dalil kuat lain yang mengharamkannya.
Daftar Pustaka
Syaikh Abdul Qodir bin Muhammad al-Jazuri menulis sebuah kitab berjudul Umdah Shofwah fi Hilli Qohwah. Dalam kitab tersebut beliau menjelaskan secara detail tentang halalnya kopi.
Ghomzu ’Uyunil Basho‘ir 4/355. Lihat pula Muqoddimah Syaikhuna Masyhur bin Hasan Alu Salman terhadap risalah Tausi’ah Mas’a hlm. 17–21.
http:ilmukarakteristikhewan.com
[1] Dr. Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh al-Ushul al-Amah wal Qowa’id al-Jami’ah lil Fatawa Syar’iyyah hlm. 18 .
Imam As-Syafi’i Al-Umm 2/213
Ibnu Abdil Hadi, Mughni Dzawil Afham hlm. 174
Majmu’ Fatawa 21/474, Hasyiyah Ibni Abidin 1/311, asy-Syarh al-Mumthi’ 1/424.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 07 Tahun 2010 Tentang Kopi Luwak
Al-Majmu’ Syarh Muahadzab 2/409. Lihat pula al-Mughni 13/347 karya Ibnu Qudamah dan al-Mantsur fil Qowa’id 2/333–334 karya az-Zarkasyi
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarh Muhadzab 1/132.



[1] Diberitakan bahwa harga kopi luwak ini secangkirnya 100 ribu rupiah. Bahkan di Amerika bisa dijual dengan harga kurang lebih 300 ribu sampai 500 ribu rupiah.
[2] Syaikh Abdul Qodir bin Muhammad al-Jazuri menulis sebuah kitab berjudul Umdah Shofwah fi Hilli Qohwah. Dalam kitab tersebut beliau menjelaskan secara detail tentang halalnya kopi.
[3] Ghomzu ’Uyunil Basho‘ir 4/355. Lihat pula Muqoddimah Syaikhuna Masyhur bin Hasan Alu Salman terhadap risalah Tausi’ah Mas’a hlm. 17–21.
[4] http:ilmukarakteristikhewan.com
[5] Majmu’ Fatawa Ibnu taimiyah 21/613–615
[6] Dr. Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh al-Ushul al-Amah wal Qowa’id al-Jami’ah lil Fatawa Syar’iyyah hlm. 18 .
[7] Imam As-Syafi’i Al-Umm 2/213
[8] Ibnu Abdil Hadi, Mughni Dzawil Afham hlm. 174
[9] Majmu’ Fatawa 21/474, Hasyiyah Ibni Abidin 1/311, asy-Syarh al-Mumthi’ 1/424.
[10] Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 07 Tahun 2010 Tentang Kopi Luwak

[11] Al-Majmu’ Syarh Muahadzab 2/409. Lihat pula al-Mughni 13/347 karya Ibnu Qudamah dan al-Mantsur fil Qowa’id 2/333–334 karya az-Zarkasyi
[12] Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarh Muhadzab 1/132.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar